Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal II 2025 sebesar 5,12% (y-o-y) dianggap sukses secara angka, ada beberapa pandangan kritis (critical views) dari para ekonom dan analis internasional mengenai kualitas dan keberlanjutan pertumbuhan tersebut.
Pandangan Kritis (Critical Views) Terhadap Ekonomi Indonesia Q2 2025 1. Kesenjangan Data Manufaktur (The Manufacturing Discrepancy) Ini adalah poin kritik terkuat. Pertumbuhan tinggi pada PDB ditopang oleh kinerja sektor Industri Pengolahan (5,68%). Namun, angka ini dinilai kontradiktif dengan indikator real-time seperti:
Purchasing Managers' Index (PMI): Data PMI Manufaktur Indonesia dari S&amp;P Global untuk periode yang sama dilaporkan berada di zona kontraksi (di bawah 50) selama beberapa bulan.
Implikasi: Analis mempertanyakan apakah pertumbuhan PDB yang dilaporkan BPS benar-benar mencerminkan peningkatan aktivitas riil di lapangan, ataukah hanya carry-over dari proyeksi atau faktor non-bisnis lainnya.
2. Ketergantungan pada Permintaan Domestik (Over-reliance on Domestic Demand) Meskipun Konsumsi dan Investasi domestik (PMTB) tumbuh kuat, ini menimbulkan kekhawatiran tentang keseimbangan pertumbuhan.
Ekspor Global: Pertumbuhan masih sangat bergantung pada belanja rumah tangga dan investasi dalam negeri. Ini membuat ekonomi rentan terhadap fluktuasi global, karena sektor ekspor riil belum memberikan dorongan struktural yang cukup.
Risiko Suku Bunga: Ketergantungan pada konsumsi tinggi dapat meningkatkan risiko inflasi dan memaksa Bank Indonesia mempertahankan suku bunga tinggi, yang pada gilirannya dapat mengerem investasi di masa depan.