Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

Beberapa tahun belakangan, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK secara aktif menggaungkan jargon untuk menolak gratifikasi. Mulai dari &#8220;Tolak Gratifikasi&#8221;, hingga tahun ini ditambahkan satu kata lagi yakni &#8220;laporkan&#8221;, sehingga menjadi Tolak dan Laporkan Gratifikasi. Mungkin hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah gratifikasi itu memang sangat penting dicegah jika dibandingkan dengan tindakan koruptif yang lain?
Secara ringkas, urgensi pencegahan gratifikasi adalah:
1. Tingginya kasus gratifikasi (lebih dari 50% kasus korupsi yang ditangani KPK adalah gratifikasi/penyuapan)
2. Masyarakat yang semakin toleran terhadap perilaku koruptif (menurunnya hasil survei IPAK 2024)
3. Banyaknya tindak pidana korupsi yang diawali dari gratifikasi
Di tengah tren menurunnya nilai IPAK yang mencerminkan permisifitas masyarakat terhadap perilaku koruptif, maka upaya pencegahan gratifikasi harus dilakukan dari dua sisi, baik sisi penyelenggara negara selaku pemberi layanan, maupun sisi masyarakat/swasta selaku pengguna layanan.
Dari sisi penyelenggara negara, apa saja yang dapat dilakukan sebagai upaya pemberantasan dan pencegahan gratifikasi?